Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – “Aii…becok ooo…”teriak Vero Marien. Dengan berhati-hati, warga Kabupaten Keeram itu meniti becek, berjingkat di antara deretan taxi (angkutan umum berupa mobil minibus) di Terminal Pasar Youtefa, Kota Jayapura, Papua, Jumat (15/3/2019).
Area turun-naik penumpang taxi yang terletak di sebelah kanan pintu masuk terminal itu nyaris selalu tergenang air bercampur lumpur. Lumpur pun tak pilih-pilih, “membungkus” ban mobil semua taxi jurusan Entrop-Youtefa, Youtefa-Koya dan Youtefa-Keerom yang mau tidak mau harus mengantar penumpang dari dan menuju Terminal Pasar Youtefa.
Darmin, sopir taxi jurusan Koya, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura mengatakan tak ingat lagi sajak kapan air dan lumpur menggenangi Terminal Pasar Youtefa. “Entah sejak kapan, dari dulu air yang menggenangi terminal seperti tidak pernah surut. Saya tak tahu sejak kapan terminal ini becek. Yang jelas, saat saya mulai menjadi supir taxi pada 2011, terminal sudah tergenang air dan becek,” kata Darmin saat ditemui di terminal pada 1 Maret 2019 lalu.
Darmin menuturkan, para sopir taxi di Terminal Pasar Youtefa tidak tahu menahu tentang siapa yang seharusnya menangani genangan air dan becek di terminal regional Kota Jayapura itu. Para sopir taxi hanya tahu, bahwa mereka harus membayar karcis setiap kali mereka menurunkan atau menaikkan penumpang di terminal itu.
“Bayar karcis itu biasanya saat taxi membawa penumpang keluar terminal. Satu kali bayar, Rp2.000 untuk seharian. Pada rit berikutnya tidak membayar lagi,” kata Darmin.
Yudi yang juga sopir taxi jurusan Koya – Terminal Pasar Youtefa mengaku prihatin dengan kondisi terminal dan pasar regional itu. “Katanya pasar regional..modelnya kaya gini. Pasar terkumuh kah,”ujarnya sambil menunjuk sejumlah sudut pasar yang tidak tertata rapi.
Iuran sopir dan pemilik warung
Kondisi terminal yang berukuran sekitar 100 x 100 meter persegi itu memang tak bisa dibilang indah. Genangan air dan becek terminal itu juga dikeluhkan oleh para pengelola warung makan yang berderet di sebelah barat area taxi. Para sopir taxi dan pemilik warung bahkan pernah iuran membeli pasir dan batu untuk menimbun terminal agar tidak becek. Timbunan pasir dan batu yang sayangnya tidak pernah dirapikan.
“Itu timbunan hasil iuran banyak orang. Para sopir iuran semampunya, ada yang iuran Rp20 ribu, dan juga yang Rp10 ribu,” ujar Yudi.
Para pemilik rumah makan mengaku merogoh kantong lebih dalam untuk membeli timbunan di depan deretan warung mereka, Rp3 juta per warung makan. “Kita jujur dengan apa yang pernah kami bayarkan. Kita tidak mungkin tipu,”ujar seorang pemilik warung yang tidak mau namanya disebutkan.
Meski sudah merogoh kantong untuk “mengurus sendiri” genangan air dan becek terminal itu, para pemilik warung tetap ditagih untuk membayar retribusi berjualan di terminal.
“Untuk retribusi, kita tetap membayar lagi, Rp200 ribu per bulan,”ujarnya dia sambil melirik kiri-kanan.
Namun apa daya, timbunan pasir dan batu yang dibeli para sopir dan pengelola warung tidak cukup untuk mengusir genangan air dan becek. Genangan air dan becek itu seperti “penumpang gelap” di Terminal Pasar Youtefa itu, bikin rugi tapi tidak mau pergi.
Rustam, sopir angkutan lintas kabupaten, Keerom-kota Jayapura mengaku sangat dirugikan dengan kondisi terminal yang tergenang air dan becek. “Air hujan sangat korosif, mobil menjadi cepat keropos,” ujar Rustam.
Sebagai sopir taxi asal Kabupaten Keerom, Rustam mengaku hanya bisa mengeluhkan kondisi itu. “Kita yang dari Keerom ini seperti orang menumpang, jadi tidak bisa bicara banyak. Kita berharap saja, suatu saat nanti air tak tergenang lagi,” kata Rustam.
Editor: Aryo Wisanggeni G