Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Masyarakat adat Kampung Kaptiau, Distrik Bonggo Timur, Kabupaten Sarmi, Papua khawatir limbah perusahaan perkebunan sawit merusak kearifan lokal di sana.
Ondoafi Kaptiau, Aser Yambai mengatakan perkebunan sawit PT RML memang beroperasi di Kampung Boasum, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura. Akan tetapi masyakat adatnya yang terdampak limbah sawit.
Sungai yang selama ini menjadi tempat masyarakat adat Kaptiau menggantungkan hidupnya telah tercemar akibat limbah sawit.
“Jangan sampai [limbah sawit ini] merusak kearifan lokal. Kita mau potensi yang ada dijaga agar dapat dinikmati anak cucu. Jangan sampai limbah membuat biota sungai punah,” kata Aser Yambai dalam keterangan pers WALHI Papua, Jumat lalu (18/12/20202) .
Sebelumnya, masyarakat adat setempat menangkap ikan dengan cara tradisional, yakni dipanah atau menggunakan tombak yang disebut kalawai. Ikan dan kepiting yang ditangkap juga tertentu. Hanya yang sudah besar.
Menurutnya, dampak lain yang diduga ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan sawit, adalah banjir dan perubahan warna air sungai saat hujan.
“Sekarang hujan satu atau dua jam saja, sudah banjir dan keruh. Dulu tidak pernah banjir, dan warna tidak keruh seperti sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, Yunus Mattiseray dari Wahana Lingkungan Hidup atau WALHI Papua menyatakan investasi perkebunan sawit milik PT RML di Kampung Boasum mengatakan, berdasarkan riset lapangan pihaknya pada Mei hingga Oktober 2019, diduga limbah sawit mencemari sungai Porowai dan Manguwaho di Kampung Kaptiau.
“Kami bekerjasama dengan Laboratorium kimi biologi MIPA Uncen Jayapura, menguji sampel air dua sungai di Kaptiau,” kata Yunus Mattiseray.
Menurutnya, hasil uji sampel menunjukkan nilai indeks pencemaran air di Sungai Maguwaho adalah 12,63 atau diketegorikan tercemar sedang skala tiga. Sedangkan air Sungai Porowai diperoleh nilai indek pencemarannya dikategorikan cemar ringan skala empat.
“Pada 2019 silam terjadi kematian massal ikan, kerang, kepiting dan biota sungai lainnya di sana. Kondisi ini mesti segera dibenahi [oleh pemerintah dan pihak perusahaan]. Jika tidak, dapat berpengaruh pada biota perairan,” ujarnya.
WALHI Papua mendesak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, memonitoring dan menguji sampel mutu baku kualitas air di kedua sungai di Kampung Kaptiau.
“Memang idealnya (perlu) ada perbandingan [hasil uji] sampel [dari WALHI Papua dan pemerintah],” ucapnya. (*)
Editor: Syam Terrajana