Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Barat menerima 101 laporan dan konsultasi sepanjang tahun 2020. Berbagai laporan itu itu terdiri dari 64 laporan reguler, 37 laporan terkait penanganan COVID-19, 47 konsultasi pelayanan publik, dan dua temuan terkait masalah pelayanan publik.
Kepala perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Papua Barat, Musa YSombuk mengatakan laporan atau pengaduan terbanyak datang dari Kabupaten Manokwari, mencapai 67 laporan. Selain menerima pengaduan dari Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Teluk Bintuni di Papua Barat, ORI Perwakilan Papua Barat juga menerima pengaduan dari Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.
“Daerah terlapor paling tinggi di tahun 2020 adalah Kabupaten Manokwari, dengan 67 laporan. [Dari] Kota dan Kabupaten Sorong [ada] 17 laporan, disusul Teluk Bintuni sebanyak delapan laporan, dan Fakfak empat laporan,” ujar Sombuk dalam rilis akhir tahun ORI Papua Barat, Rabu (23/12/2020).
Baca juga: Ombudsman Papua kantongi 16 pengaduan warga terkait bansos
Dia mengatakan dengan peningkatan jumlah pengaduan masyarakat pada 2020 mengindikasikan adanya kemajuan pemahaman masyarakat terhadap buruknya pelayanan publik di daerahnya. Masyarakat, sebut Sombuk, juga telah mengetahui kemana mereka harus mengadu.
“ORI Papua Barat terima laporan masyarakat dengan beberapa cara. Sebanyak 69 laporan [didapatkan dari masyarakat yang] mendatangi kantor ORI Papua Barat. Sejumlah 27 laporan [disampaikan] via pesan WhatsApp, 137 laporan [diterima melalui] Call Center. Sejumlah empat laporan [disampaikan] melalui surat, satu laporan melalui e-mail, dan satu laporan melalui media sosial Facebook,” kata Sombuk.
Adapun substansi pengaduan terbanyak adalah pengaduan terkait masalah pembangunan infrastruktur (20 laporan), kepegawaian (17 laporan), agraria/pertanahan (11 laporan), jaminan sosial/kesejahteraan sosial (11 laporan). ORI Papua Barat juga menerima sembilan pengaduan terkait kinerja polisi.
Instansi atau lembaga yang paling banyak menjadi terlapor adalah pemerintah daerah (73 laporan), Kepolisian di berbagai tingkatan (9 laporan), Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah (6 laporan), Badan Pertanahan Nasional (4 laporan), dan kejaksaan di berbagai tingkatan (3 laporan).”ORI Papua Barat juga melakukan kegiatan sosial dan edukasi masyarakat, pendampingan kepada mahasiswa magang, serta perjanjian kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Papua Barat maupun Kepolisian Daerah Papua Barat,” ujarnya.
Baca juga: Ombudsman Papua minta posko layanan di masa pandemi dioptimalkan
ORI Papua Barat menyatakan keterbukaan informasi dan pelayanan publik di Papua Barat masih rendah, antara lain karena kebijakan pemerintah daerah yang tidak terbuka dalam mempublikasikan isi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Padahal, Provinsi Papua Barat telah memiliki Komisi Informasi Publik (KIP) sejak beberapa tahun lalu.
“Satu hal yang masih menjadi catatan sekaligus koreksi perbaikan, bahwa penyelenggara pemerintahan di Papua Barat musti transparan kepada publik terkait APBD. [Transparansi itu juga harus mencakup keterbukaan] Daftar Penggunaan Anggaran (DPA) di setiap instansi pemerintah,” kata Sombuk.
Menurut Sombuk, semakin tertutupnya pengelolaan anggaran publik, maka semakin besar potensi penyalahgunaan anggaran berujung korupsi. “Kami harap hal itu bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah pada tahun berikut,” tuturnya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G