Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Pusat penelitian lingkungan hidup (Puslit LH) Universitas Papua Manokwari menanggapi fenomena asap disertai abu hitam yang dikeluhkan warga sekitar lokasi pabrik semen Maruni.
Menurut Anton Sinery, kepala Puslit LH Unipa, asap hitam disertai partikel abu dapat diindikasikan sebagai ‘fly ash’ atau abu terbang sisa pembakaran batu bara.
“Kita hanya boleh berindikasi, tapi belum dapat kita pastikan apakah asap disertai abu hitam dimaksud ditimbulkan dari pembakaran pembangkit (boiler) pabrik semen dengan bahan baku batu bara atau tidak,” ujarnya kepada Jubi di ruang kerjanya, Rabu (28/11/2019).
Dikatakan Sinery, seharusnya yang keluar melalui cerobong pabrik, hanya asap. Tapi kalau asap disertai abu maka ada kaitannya dengan teknis pengelolaan perangkat filter.
“Mekanisme perangkat untuk menangkap partikel halus biasanya bersifat magnetik. Jika partikel halus berupa abu turut keluar dengan asap melalui cerobong, maka ada indikasi tidak berfungsinya alat perangkap (filtery magnet) yang digunakan untuk membatasi atau menangkap partikel abu,” ujarnya.
Hasil perangkap (partikel halus), akan ditimbun dalam periode tertentu untuk selanjutnya dikelola pihak pabrik.
Diharapkan, lanjut Sinery, Dinas Lingkungan Hidup melakukan monitoring terhadap operasional cerobong, karena batu bara biasanya digunakan untuk pembangkit boilernya sendiri,” ujarnya.
Terkait persoalan ‘fly ash’ kata Sinery, sudah seharusnya menjadi bagian potensial dokumen Amdal (analisis dampak lingkungan) pabrik tersebut.
“Salah satu yang harus diidentifikasi dalam Amdal tentang dampak potensial yaitu fly ash atau partikel abu hasil pembakaran batu bara sejak awal, katanya.
Semestinya, data monitoring bulanan maupun tahunan di dinas terkait, agar bisa dilihat data terakhir.
“Tetapi kalau ada laporan semacam ini dari masyarakat, mestinya ini bersifat monitoring situasional. Jadi langsung ditindak lanjuti untuk memastikan,” ujarnya.
Diketahui, ‘Fly ash’ atau abu terbang merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik.
Abu terbang mempunyai titik lebur sekitar 1300 derajat celcius dan mempunyai kerapatan massa, antara 2,0-2,5 g/cm kubik.
Abu terbang juga merupakan salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel-partikel halus.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Papua Barat, Abdularief Suaeri, mengatakan persoalan asap hitam sekitar pabrik semen sudah dilaporkan ke direktorat penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum KLHK).
“Persoalan ini sudah sampai ke meja orang pusat. Jadi sama-sama kita akan bersikap,” katanya.
Dikatakan Abdularief, persoalan asap dan debu hitam sekitar pabrik semen merupakan laporan masyarakat yang harus segera disikapi.
“Jadi mungkin minggu depan, tim terpadu akan turun, tim terpadu ini terdiri dari Dirjen Gakkum KLHK Pusat, DLHP Provinsi dan Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Manokwari,” katanya.
Dia mengaku, dugaan sementara asap disertai abu hitam belum diketahui karena harus diselidiki oleh tim terpadu yang disebutnya.
“Jadi prosesnya masih panjang, tapi karena perusahaan sudah berjalan, maka kita juga ikuti prosedur,” katanya.
Disinggung soal dokumen amdal pabrik semen, Abdularief mengaku akan menelusuri kembali dokumen itu. Kata dia, dokumen Amdal akan jadi panduan utama sebelum tim terpadu melihat kondisi fisik di lapangan.
“Kita akan kroscek data dokumen Amdal dengan kondisi lapangan melalui pengambilan sampel air permukaan, udara dan air laut untuk dibuktikan di laboratorium barulah kita ambil tindakan selanjutnya. Sehingga dibutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga bulan,” katanya. (*)
Editor: Edho Sinaga