Tanda klinis seperti demam tinggi, kulit kemerahan, terutama pada daun telinga, inkordinasi, dan pneumonia
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mencatat kasus kematian babi di Provinsi Bali dalam satu bulan terakhir mencapai 888 ekor berada di beberapa lokasi peternakan. Namun kementerian belum memastikan kematian babi tersebut diakibatkan penyakit African Swine Fever atau yang biasa dikenal sebagai virus flu babi Afrika.
“Perlu dicatat bahwa kematian babi tersebut belum pasti karena ASF. Kami masih dalam proses pengujian dan diagnosa,” kata Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Selasa, (11/2/2020)
Baca juga : Diduga Virus Flu Babi Tewaskan 36 Babi di Dogiyai
Dinas Kesehatan Papua Antispasi Ebola
Dinyatakan bebas penyakit unggas, Papua percepat sektor peternakan
Fadjar menyebutkan kasus kematian pada 888 ekor babi ditemukan di Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Denpasar, Gianyar, dan Tabanan. Kematian babi tersebut masih memerlukan pengujian dan diagnosa di laboratorium rujukan yang saat ini sedang dalam proses.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardhana, menyebutkan peningkatan kasus kematian ini kemungkinan akibat masuknya agen penyakit baru serta didukung faktor lingkungan kandang yang kurang bersih dan sehat.
“Penularan dapat terjadi melalui kontak antara babi sakit dengan babi sehat atau sumber lainnya seperti pakan, peralatan kandang, dan sarana lainnya,” kata Wisnuardhana.
Ia menduga kasus kematian babi di beberapa daerah di Bali disebabkan oleh virus. Kematian hewan ternak itu telah menimbulkan kerugian ekonomi. “Akibat bertambahnya kematian babi membuat peternak menjual babi secara tergesa-gesa dengan harga murah,” kata Wisnuardhana, menambahkan.
Berdasarkan hasil penelusuran ke lokasi kasus, babi yang mati menunjukkan tanda klinis seperti demam tinggi, kulit kemerahan, terutama pada daun telinga, inkordinasi, dan pneumonia. Hal itu merupakan kasus terindikasi African Swine Fever (ASF).
Indikasi ini juga didukung hasil pengujian laboratorium BBVet Denpasar, namun untuk konfirmasi masih memerlukan pengujian dan diagnosa di laboratorium rujukan.
Pemda Bali dan Kementan mencegah penyebaran penyakit melalui pembentukan jejaring informasi dan respons cepat penanganan kasus. Selain itu investigasi terhadap sumber penularan, hingga pengambilan sampel babi untuk pemeriksaan laboratorium. (*)
Editor : Edi Faisol