Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura,Jubi – Ratusan massa dari Solidaritas Peduli Hak Masyarakat Pegunungan Tengah Papua (SIKAP-TP) menolak pemberian gelar kepala suku dan meminta tanah seluas 90 hektare kepada Kodam XVII Cenderawasih.
Koordinator lapangan SIKAP-TP, Yoni Walela mengatakan pengukuhan Pangdam XVII Cenderawasih sebagai kepala suku pegunungan tengah Papua dan penyerahan lahan seluas 90 hektare oleh kepala suku Alex Doga dan Habo Holago padal 26 september 2018 lalu akan menghancurkan masa depan masyarakat adat pegunungan tengah.
“Hukum adat jelas menolak praktik yang akan menghancurkan sebagaimana yang terjadi di tanah Omarekma Wamena,” kata Yoni Walela dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan di halaman kantor MRP Kotaraja, Senin (29/10/2018)
Menurut adat suku Yali Huwula, hak milik atas tanah adalah kolektif. “Hibah tanah seluas 90 hektare adalah bentuk pemaksaan dengan tipu daya untuk merebut dan masa depan masyarakat Huwula. Kami mendesak pengembalian identitas tanah adat,” katanya.
Berikut pernyataan sikap yang dibacakan :
- Pemilik hak ulayat menolak koorporasi pemerintah dan perusahaan yang tidak menghargai masyarakat adat dan merusak tatanan adat.
- Pemilik ulayat menolak pihak-pihak perusahaan maupun lembaga institusi pemerintah yang mencari keuntungan dengan memberi sedikit kepada masyarakat atas nama pembangunan.
- Pemilik ulayat menolak individu maupun lembaga atau instansi pemerintah yang merusak tatanan kehidupan masyarakat adat. Terutama mengahncurkan kepercayaan atas nama pembangunan.
- MRP segera memanggil pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Pemprov Papua, DPR Papua dan pangdam XVII Cenderawasih, untuk mengklarifikasi penyerahaan 90 hektare tanah dan pengukuhan kepala suku
- MRP, DPR Papua, dan Gubernur Papua segera menyusun Raperdasus perlindungan tanah dan identitas masyarakat adat demi penyelamatan adat, hutan dan tanah.
- Mendesak pihak pangdam XVII Cenderawasih untuk mengembalikan identitas dan tanah hibah tanpa alasan apapun karena penyerahan dan pengukuhan itu tidak ada dasar hukum.
- Badan pertanahan tingkat manapun berhenti mengukur dan mensertifikasi 90 hektare tanah di tanah Huwula dengan alasan apapuan.
Ketua MRP Timotius Murib saat menerima massa mengatakan penyerahan tanah yang dilakukan oleh masyarakat tersebut sampai hari ini belum jelas.
“Pengambilan hutan tanah adat di Papua belum jelas aturan hukumnya. Oleh karena ini pihak MRP sudah membentuk pansus untuk mendata semua tanah adat yang dikuasai oleh perusahaan dan tanah yang masih komunal,” kata Ketua MRP.(*)